Kutacane – // Jurnalis.online // Salah satu tokoh masyarakat Kabupaten Aceh Tenggara yang meminta untuk tidak disebutkan namanya di media ini mulai angkat bicara terkait tentang keberadaan pengguna SIM Palsu yang terjaring razia oleh Satlantas Polres setempat pada Rabu (9/4/2025) lalu.
Lebih lanjut ia menjelaskan pada awak media, diharapkan pada Satreskrim harus terbuka dimata publik terkait hal ini, dimana hingga saat ini, pengembangan kasus tersebut seperti sudah ditelan bumi.
“Pengamanan terhadap salah seorang pengemudi motor yang menggunakan SIM palsu saat ini kami duga masih ditutupi dari mata publik, hingga keberadaan orang yang menggunakan SIM palsu tidak publik ketahui, apa masih ditahan atau sudah dibebaskan,” tegasnya lebih jauh.
Harusnya, Polres Agara tidak menutupi hal ini dari mata publik, dimana pengguna SIM palsu dapat dijerat dengan Pasal 263 KUHP, yang mengatur tentang pemalsuan surat. Kami minta Polres Agara harus membuka tabir pemalsuan SIM tersebut, siapa pembuatnya, sesuai dengan pasal 263 KUHP, pengguna dan pembuat sama-sama dikenakan pidana.
Terkait pemberitaan tersebut, saat awak media menemui langsung untuk konfirmasi pada Kanit Pidum Polres Agara (Ipda Heri Jerodi), diruangan kerjanya, ia menjelaskan kasus ini dalam tahap pengembangan, dan perkaranya dalam minggu ini akan kami limpahkan ke kejaksaan Negeri kuta cane,” jelasnya pada Senin (21/4/2025).
Terkait keberadaan pengguna SIM palsu, saat ini sudah dilakukan penangguhan penahanan, terkait informasi lebih lanjut, nanti akan diberitahukan langsung dari pihak Humas Polres Agara jelas Heri.
Saat awak media pertanyakan terkait pemberitaan diatas pada Kasi Humas Polres setempat (AKP J Silalahi), melalui sambungan telepon via Aplikasi WhatsApp, Kasi Humas mengatakan dengan singkat “Sejauh ini kami belum mengetahui kasus ini, dari itu nanti coba saya pertanyakan dulu dan saya dalami dulu,” jelasnya pada awak media Rabu (23/4/2025), sekira pukul 12:15 Wib.
Menyikapi penangguhan penahan yang dilakukan Polres Agara, tokoh masyarakat Kabupaten Aceh Tenggara juga berkomentar, “Memang diketahui penangguhan penahanan dapat dilakukan ancam hukuman 5 tahun kebawah, kemudian pelaku tidak berpotensi melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mengulangi perbuatannya, Nah…apakah hal ini sudah menjadi kajian penyidik kemudian apa sebagai jaminan diminta penyidik sehingga diberikan penangguhan penahanan,” tegasnya sambil mengakhiri pembicaraannya.
Liputan : Angah Selian