TEBO – JAMBI, –
SD Negeri 233/VIII Kumpul Rejo Kelas Jauh Benteng Makmur diduga melakukan aktivitas pungutan liar (pungli) berkedok komite sekolah. Dugaan ini muncul setelah sejumlah wali murid mengaku diminta membayar uang bangku dan uang pendaftaran.
Berdasarkan keterangan dari beberapa orang tua siswa, pungutan tersebut dilakukan secara wajib dan menjadi syarat agar anak mereka dapat tetap terdaftar di sekolah. Hal ini menimbulkan keresahan di kalangan wali murid karena bersifat mengikat dan tidak transparan.
Padahal, sekolah negeri dilarang keras melakukan pungutan dalam bentuk apa pun, termasuk melalui komite sekolah. Larangan ini sudah diatur secara tegas dalam berbagai peraturan pemerintah dan perundang-undangan terkait penyelenggaraan pendidikan.
Penggalangan dana di sekolah negeri hanya dapat dilakukan dalam bentuk sumbangan sukarela yang tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan jumlah maupun waktunya oleh pihak sekolah.
Pungutan yang bersifat wajib dan mengikat, termasuk dalam bentuk uang komite atau uang pendaftaran ulang, dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum dan termasuk perbuatan pungutan liar yang berpotensi dikenai sanksi pidana.
Selain itu, pungutan semacam ini juga tidak boleh dikaitkan dengan kelulusan atau penerimaan siswa baru, karena pendidikan dasar di sekolah negeri seharusnya dapat diakses secara gratis oleh seluruh masyarakat.
Dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, dijelaskan bahwa komite sekolah hanya memiliki kewenangan untuk menggalang dana dalam bentuk bantuan atau sumbangan sukarela, bukan pungutan wajib.
Setiap penggalangan dana harus didasarkan pada semangat gotong royong dan dilakukan secara transparan. Jumlah dan waktu pemberian sumbangan sepenuhnya ditentukan oleh kesadaran masyarakat, bukan oleh keputusan sekolah atau komite.
Sementara itu, segala bentuk penerimaan dana dari masyarakat wajib dilaporkan dan dipertanggungjawabkan secara terbuka kepada orang tua/wali murid, komite sekolah, serta pihak terkait lainnya. Transparansi menjadi kunci utama dalam mencegah terjadinya penyimpangan.
Dalam praktik di lapangan, beberapa orang tua siswa mengaku tidak memiliki pilihan selain membayar. “Kalau tidak bayar, takut anak kami tidak diurus atau tidak dapat kursi belajar,” ujar salah satu wali murid yang enggan disebutkan namanya.
Kondisi seperti ini jelas bertentangan dengan prinsip pendidikan nasional yang menjamin akses pendidikan tanpa diskriminasi serta bebas dari pungutan liar dalam bentuk apa pun.
Untuk itu, masyarakat mendesak agar Dinas Pendidikan Kabupaten Tebo bersama aparat penegak hukum segera turun tangan memeriksa dugaan pungli di SD Negeri 233/VIII Kumpul Rejo Kelas Jauh Benteng Makmur tersebut.
Langkah tegas diperlukan agar kasus serupa tidak terulang di sekolah lain. Dunia pendidikan harus bersih dari pungli, demi menjaga kepercayaan masyarakat dan menjamin pemerataan hak pendidikan bagi seluruh anak bangsa.
Liputan: Zulfan