Diduga Pemda Aceh Tenggara Gagal Total Alias Gatot Dalam Menangani Banjir

{"remix_data":[],"remix_entry_point":"challenges","source_tags":["local"],"origin":"unknown","total_draw_time":0,"total_draw_actions":0,"layers_used":0,"brushes_used":0,"photos_added":0,"total_editor_actions":{},"tools_used":{"transform":1},"is_sticker":false,"edited_since_last_sticker_save":true,"containsFTESticker":false}
banner 120x600
banner 468x60

KUTA CANE – // Jurnalis.online // Banjir kembali melanda wilayah Kabupaten Aceh Tenggara, tepanya di desa Kuning Kecamatan Bambel, dan desa Lawe Hijo, Kecamatan Lawe Sumur, Kabupaten Aceh Tenggara.

Paska Banjir besar yang terjadi di pertengahan Tahun 2023, banjir kembali terjadi di September 2024 di daerah Kecamatan Semadam Kabupaten Aceh Tenggara yang melanda 3 (tiga desa), Rabu (09/09/2024).

Terjadi lagi banjir melanda desa Kuning, Kecamatan Bambel, dan Desa Lawe Hijo, Kecamatan Lawe Sumur, hingga mencapai ketinggian air 1 meter bahkan hingga 1,5 meter. Selain itu, banjir juga melanda tanaman warga setempat, sehingga mengakibatkan menjadi gagal panen.

Sejak September 2023-2024, banjir sudah melanda wilayah Kabupaten Aceh Tenggara lebih dari 4 kali. Bencana banjir yang terjadi di wilayah setempat, memang dipengaruhi oleh curah hujan yang tinggi. Namun, berulangnya bencana banjir menjadi bukti ketidakmampuan serta kelalaian maupun diduga karena kegagal totalan (Gatot), Pemerintah dalam menangani permasalahan ini. Salah satunya ialah, kegagalan serta kelalaian Pemerintah dalam menjamin integrasi pembangunan, dan kemampuan alam dalam melakukan pemulihan diri akibat proses pembangunan yang dilakukan. Pemerintah tidak dapat beralasan bahwa curah hujan yang tinggi menjadi satu-satunya penyebab banjir, ketika pemerintah tidak mampu menjalankan tanggung jawabnya sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan.

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memiliki tanggung jawab yang besar dalam upaya pencegahan dan penanganan banjir. Merujuk pada Pasal 16 UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, tanggung jawab yang dimiliki Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terdiri dari pra-bencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana. Tanggung jawab ini tentu saja harus dilaksanakan secara terintegrasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, serta terintegrasi dalam setiap tahapan penanggulangannya. Alih-alih melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan banjir semampunya, Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah malah saling lempar tanggung jawab, dan menyalahkan satu sama lain. Padahal, merujuk pada Bab III UU Penanggulangan Bencana, tanggung jawab dan wewenang antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah sudah terbagi dengan jelas.

Dengan demikian, saling lempar tanggung jawab tidak perlu terjadi di tengah korban yang terus berjatuhan dan kerugian yang terus dialami oleh masyarakat. Fokus berkordinasi, serta membagi tugas dalam meresponi bencana banjir, seperti melakukan penanganan cepat terhadap korban banjir, dan mitigasi risiko yang lebih besar.

Berdasarkan hal tersebut, Gerakan Sepuluh Pemuda Kabupaten Aceh Tenggara (Dahrinsyah), mendesak Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk: Segera memitigasi potensi risiko yang lebih besar, dan mengerjakan tanggung jawab sebagaimana diamanatkan dalam UU Penanggulangan Bencan dalam penanggulangan banjir di wilayah Kabupaten Aceh Tenggara;
Mengordinasikan instansi Pemerintah Pusat dan Daerah terkait untuk mencegah dan menanggulangi banjir di wilayah Aceh Tenggara;
Bertanggung jawab terhadap berbagai kerugian yang dialami oleh masyarakat, baik kerugian ekonomi, sosial maupun psikologi.

Liputan : Angah Selian.

banner 325x300