Dua Oknum Polres Muara Bungo Di Duga Intimidasi Warga Jambi, Kaperwil Jurnalis.Online Zulfan Desak Kapolda Jambi Dan Kapolri Tindak Tegas Laporan Tersebut

banner 120x600
banner 468x60

Bungo – Jambi // Jurnalis.online // Kabar mengejutkan sekaligus menyayat hati datang dari Kabupaten Bungo, seorang warga bernama Depi Saputra dengan keberanian luar biasa telah melaporkan secara resmi dua oknum anggota Polres Muaro Bungo ke Propam Polda Jambi. Dugaan tindakan intimidasi, pengancaman, pemaksaan tanda tangan, hingga penyalahgunaan wewenang yang terjadi di dalam rumahnya sendiri menjadi dasar laporan tersebut, Kamis (24/4/2025).

Nama-nama oknum yang dilaporkan tertulis jelas dalam pengaduan resmi, yakni Budi, Kanit SPKT Polres Muaro Bungo saat itu, dan Sinaga, anggota Sabhara Polres Muaro Bungo. Keduanya diduga kuat melanggar kode etik profesi dan bertindak di luar batas kewenangan aparat penegak hukum.

Peristiwa memilukan itu terjadi pada 20 November 2024, sekitar pukul 16.23 Wib, di kediaman Depi di Kelurahan Cadika. Rumahnya tiba-tiba dikepung oleh dua mobil, salah satunya mobil patroli Polisi. Alih-alih melakukan tugas secara profesional, dua oknum Polisi justru bertindak seperti preman berseragam.

Kedatangan mereka tidak sendiri. Dua Polisi itu disertai beberapa warga sipil yang kini bermasalah hukum, seperti Mashuri (mantan kepala sekolah yang ditahan dalam kasus korupsi dana BOS), Elvi Gamal, dan Dafril. Tanpa prosedur hukum yang jelas, Depi dipaksa menandatangani surat perjanjian pengembalian uang senilai Rp 100 juta.

Surat tersebut disusun sepihak oleh Redi Arpika dan dibacakan secara paksa oleh Sinaga. Depi mengaku mendapat ancaman langsung dari Budi yang berkali-kali berteriak, “Masuk kau! Ini penipuan!” jika ia menolak menandatangani surat tersebut.

Kejadian tersebut membawa dampak psikologis berat bagi keluarga Depi. Ibunya yang lanjut usia langsung mengalami serangan stroke di tempat akibat syok berat melihat penggerebekan ala preman tersebut. Istri dan anak-anak Depi pun mengalami trauma dan ketakutan mendalam.

“Saya dipermalukan di rumah saya sendiri, Ibu saya langsung stroke saat melihat kejadian itu. Saya bukan penipu, tapi diperlakukan seperti kriminal,” ujar Depi dalam pengaduannya ke Propam.

Depi menjelaskan bahwa dana sebesar Rp 240 juta yang dituduhkan kepadanya berasal dari permintaan bantuan Mashuri dan Redi Arpika dalam rangka mengurus proses hukum mereka. Dana itu diserahkan secara sukarela dengan kesepakatan bersama.

Namun, setelah mereka ditangkap dalam kasus korupsi, tuduhan justru dialihkan ke Depi. Ia dituduh menipu dan dipaksa mengembalikan uang yang telah digunakan sesuai kesepakatan awal. Upaya mediasi pun digelar pada 17 Maret 2025, namun justru berujung pada tekanan baru.

Dalam mediasi tersebut, kuasa hukum sebelumnya, Megawati, diduga menekan Depi untuk menandatangani surat mediasi dengan ancaman akan langsung ditahan jika menolak. Merasa tidak mendapat perlindungan hukum, Depi memutuskan mencabut kuasa hukum dari Megawati.

Kini Depi telah didampingi kuasa hukum baru, Joko Tirtono, SH, dari Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) Provinsi Jambi. Dengan surat kuasa bernomor 088/SKK/LCKI.1/TG/8/IV/2025, laporan resmi telah diajukan ke Propam Polda Jambi beserta bukti kuat berupa rekaman CCTV dan video pribadi.

“Saya punya semua bukti. Mereka masuk seperti penagih utang, bukan Polisi. Saya hanya ingin keadilan. Ini menyangkut martabat keluarga saya,” tegas Depi. Kini, masyarakat menanti: apakah Propam Polda Jambi akan bertindak tegas atau justru membiarkan dua oknum ini dilindungi sistem.

Liputan : Zulfan

banner 325x300