Istri Siri Kades Desa Teluk Kayu Putih Mengadu, Diceraikan Lewat WhatsApp: Bupati Tebo Diminta Bertindak Tegas

banner 120x600
banner 468x60

Tebo – // Jurnalis.online // Seorang Wanita bernama Jumiati (41), warga Unit 1 Rimbo Bujang, mengaku sebagai istri siri dari Kepala desa Teluk Kayu Putih, Kabupaten Tebo, Muslim (51), dan melaporkan dugaan penceraiannya yang dilakukan secara tidak patut melalui pesan WhatsApp. Ia merasa diperlakukan secara semena-mena dan meminta Bupati Tebo untuk memberikan sanksi tegas terhadap sang Kades, Rabu (25/06/2025).

‎Pernikahan siri antara keduanya dilangsungkan pada 2 Maret 2023. Namun sejak awal pernikahan, Jumiati mengaku kerap menghadapi kesulitan ekonomi akibat tidak adanya kepastian nafkah dari Muslim. Ia bahkan kerap menunggak bayar kontrakan karena bantuan yang diterima tidak menentu.

‎Menurut pengakuannya, Muslim hanya datang ke kontrakan sekitar tiga kali dalam seminggu. “Kadang sebulan sekali dia kasih nafkah, kadang malah tiga bulan baru dikasih,” ujar Jumiati. Ia menyebut kondisi ini memperburuk kehidupan rumah tangganya yang tidak tercatat secara negara.

‎Situasi semakin runyam ketika istri sah Kades Muslim mengetahui hubungan mereka. Setelah itu, perhatian dan komunikasi dari Muslim semakin dingin, bahkan cenderung menjauh. Jumiati merasa diperlakukan tidak adil dan diabaikan.

‎Puncak permasalahan terjadi satu tahun setelah pernikahan, saat Jumiati menerima surat talak pertama melalui WhatsApp. Surat talak kedua kembali ia terima pada 11 Juni 2025, dengan redaksi yang hampir serupa. Muslim secara sepihak menyatakan telah menceraikannya tanpa proses langsung maupun mediasi keluarga.

‎“Alasannya cuma karena saya sering minta cerai waktu bertengkar. Tapi bukan berarti boleh menceraikan saya begitu saja lewat WA,” ujar Jumiati sambil menangis. Ia menyebut tindakan itu sangat merendahkan harga dirinya sebagai perempuan.

‎Sebelum menikah, Jumiati mengaku Muslim sering menghubunginya melalui telepon dan video call. Namun setelah menikah, justru terjadi pembatasan komunikasi. “WA saya diblokir-buka sesuka dia. Kalau saya telepon duluan, dia nggak angkat. Harus dia yang duluan nelpon,” tuturnya.

‎Tak hanya kehilangan nafkah dan perhatian, Jumiati juga kehilangan hubungan baik dengan keluarganya karena sebelumnya membela Muslim. Ia merasa dikhianati setelah Muslim mengingkari janji kepada ibunya untuk tidak menelantarkannya.

‎“Waktu masa jabatan dia ditambah, dua bulan dia nggak pulang. Saya benar-benar merasa sudah tidak punya harga diri,” ungkap Jumiati. Ia berharap ada keadilan dari pemerintah daerah untuk menangani keluhan yang dialaminya.

‎Jumiati mendesak Bupati Tebo, Ketua Umum APDESI Kabupaten Tebo, serta Dinas PMD agar menindaklanjuti kasus ini dengan sanksi tegas, bahkan pemecatan. Meski pernikahan mereka tidak tercatat negara, ia menegaskan bahwa secara agama pernikahan itu sah dan mestinya tetap dihormati.

‎Pihak media telah berupaya menghubungi Muslim, Kepala Desa Teluk Kayu Putih, untuk mendapatkan klarifikasi. Namun hingga berita ini ditayangkan, yang bersangkutan belum memberikan keterangan resmi.

‎Sebagai informasi, di Indonesia, seorang kepala desa tidak diperbolehkan beristri lebih dari satu tanpa izin istri sahnya. Meskipun Undang-Undang Desa tidak mengatur larangan poligami secara eksplisit, Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 mengatur bahwa poligami hanya bisa dilakukan dengan persetujuan istri pertama dan izin pengadilan. Pelanggaran terhadap aturan ini dapat dikenai sanksi pidana maupun administratif.

‎Kepala desa, sebagai pejabat publik, juga terikat oleh aturan kepegawaian yang melarang praktik poligami tanpa prosedur hukum yang sah. Jika terbukti melakukan pelanggaran, yang bersangkutan dapat dikenai sanksi pemberhentian atau tindakan hukum sesuai ketentuan yang berlaku.

‎‎Liputan: Zulfan

banner 325x300