TEBO – // Jurnalis.online // Dalam upaya mengatasi masalah lalu lintas dan kerusakan jalan akibat angkutan batu bara, Gubernur Jambi, Al Haris, memimpin rapat koordinasi bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompinda) pada 1 Januari 2024. Rapat ini dihadiri oleh Ketua DPRD Provinsi Jambi Edi Pirwanto, Kapolda Jambi, Kajati Jambi, dan Danrem 042/Gapu Jambi, Minggu (03/11/2024).
Hasil dari pertemuan tersebut melahirkan keputusan penting yang melarang angkutan batu bara melintasi jalan umum di wilayah Provinsi Jambi.
Keputusan ini mencakup enam poin utama, yang salah satunya adalah larangan bagi kendaraan pengangkut batu bara untuk menggunakan jalan umum. Kendaraan hauling batu bara yang melanggar aturan ini berisiko merusak jalan dan membahayakan pengguna jalan lainnya. Perusahaan pemegang izin IUP OP, IPP, dan IUJP juga diminta untuk menghentikan kegiatan pengangkutan di jalan umum hingga pembangunan jalan khusus selesai. Sebagai alternatif, mereka diminta memaksimalkan penggunaan jalur sungai.
Berikut adalah poin-poin lengkap dari komitmen bersama yang disepakati:
1. Larangan Penggunaan Jalan Umum: Kendaraan pengangkut batu bara dilarang menggunakan jalan umum, terutama untuk rute yang melewati Kabupaten Merangin, Bungo, Tebo, dan Sarolangun yang menuju pelabuhan di Talang Duku dan Niaso.
2. Pengaturan Jalur Alternatif: Perusahaan pertambangan yang berasal dari wilayah Sei. Bahar, Desa Pelempang di Kabupaten Muaro Jambi, serta wilayah Sei. Gelam juga dilarang menggunakan jalan umum pada rute yang menuju pelabuhan Talang Duku dan Niaso.
3. Optimalisasi Jalur Sungai: Perusahaan pemegang izin diimbau untuk mengoptimalkan pengangkutan melalui jalur sungai sambil menunggu pembangunan jalan khusus.
4. Pembangunan Jalan Khusus: Setiap badan usaha yang memiliki izin PKP2B dan IUP-OP diwajibkan berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pembangunan jalan khusus tambang.
5. Ketentuan Bagi Pengguna Jalan Umum: Bagi perusahaan yang tetap harus melewati jalan umum menuju provinsi lain, hanya diperbolehkan menggunakan truk dengan kapasitas terbatas, yaitu truk 2AS atau PS dengan muatan maksimal 8 ton, sesuai aturan perundang-undangan.
6. Pengawasan dan Penindakan Pelanggaran: Pengawasan akan dilakukan oleh Polda Jambi, melalui Ditlantas, Ditpolair, dan Satgaswasgakkum Batubara Provinsi Jambi untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan ini.
Namun, meskipun peraturan ini telah diterapkan, masih banyak perusahaan yang tidak mematuhi kesepakatan ini. Kendaraan angkutan batu bara tetap beroperasi di jalan umum, mengabaikan dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Kondisi ini menuai kritikan dari masyarakat, yang merasa bahwa kesepakatan yang telah diambil oleh pemerintah daerah seolah sia-sia. Masyarakat mendesak Gubernur Jambi dan pihak terkait untuk mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang melanggar aturan tersebut.
Ketidakefektifan pelaksanaan peraturan ini menimbulkan ketidakpuasan publik, terutama mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh aktivitas angkutan batu bara di jalan umum. Kerusakan jalan, polusi udara, serta bahaya bagi pengguna jalan lainnya menjadi alasan utama masyarakat meminta Pemerintah untuk bertindak lebih tegas. Pemerintah diharapkan dapat menjatuhkan sanksi kepada perusahaan yang melanggar peraturan demi menjaga keselamatan dan kenyamanan publik.
Liputan : Zulfan